Selasa, 15 Agustus 2017

LITERASI di RA



Literasi di RA? Mengapa Tidak!

            Dalam upaya menunbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui Kemdikbud ( Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan )  mencanangkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan Literasi Sekolah ini dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Tujuan gerakan ini  untuk membiasakan dan memotivasi siswa  agar mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti,  serta agar  siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Dalam jangka panjang Gerakan Literasi Sekolah ini diharapkan anak-anak yang memiliki kemampuan literasi tinggi. Kegiatan literasi ini tidak hanya sekedar membaca saja, namun juga dilengkapi dengan kegiatan menulis yang harus dilandasi dengan keterampilan atau kiat untuk mengubah, meringkas, memodifikasi, menceriterakan kembali, dan sebagainya.
            Diharapkan seluruh komponen sekolah mulai dari guru, orang tua, dan peserta didik dapat mengoptimalkan peran perpustakaan sedan membudayakan gemar membaca dan menulis baik dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar pembelajaran. “Tindak lanjutnya sekolah diwajibkan menyediakan waktu secara khusus minimal selama 15 menit bagi siswa untuk membaca buku di luar buku pelajaran.  
            Pertanyaannya sekarang, bisakah kita guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya guru Roudlotul Athfal ( RA ) menggiatkan literasi di RA yang notabene adalah Anak-anak Usia Dini dengan segala keunikannya?
Sebelum menggiatkan literasi di sekolah ada baiknya jika guru RA mengetahui tahapan perkembangan kemampuan membaca pada anak, agar guru bisa memberikan bacaan yang tepat bagi anak-anak RA
Membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa, juga merupakan komponen komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi diubah menjadi lambang-lambang tulisan, kemudian diubah menjadi lambang makna, dan prose perubahan inilah yang dibina dan dikuasai pada taraf awal keterampilan membaca.
Mengajarkan membaca di RA dapat dilaksanakan selama dalam batasan-batasan aturan pengembangan pra-akademik serta berdasarkan pada prinsip dasar hakiki dari pendidikan RA sebagai sebuah taman bermain, bersosialisasi, dan pengembangan pra-akademik yang substansial, seperti kecerdasan emosi, motorik, disiplin/tanggung jawab, konsep diri, dan akhlak.
Secara khusus perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
1.      Tahap Fantasi ( Magical Stage )
Pada tahap ini anak belajar menggunakan buku, mulai berpikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak balikan buku dan kadang-kadang membawa buku kesukaannya.
Pada tahap ini orang tua atau guru dapat memberikan atau menunjukkan model/contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, membicarakan buku pada anak.
2.      Tahap Pembentukan Konsep Diri ( Self Concept Stage )
Pada tahap ini anak beranggapan bahwa dirinya sebagai pembaca, berpura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, dan dapat menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisannya.
Hendaknya orang tua atau guru memberikan stimulus atau ransangan dengan jalan membacakan apa saja pada anak, seperti buku cerita, tulisan pada kotak susu, bungkus makanan, pasta gigi, dan lain-lain. Selain itu guru memberikan akses kepada anak-anak mengenai buku-buku yang mereka ketahui.
3.      Tahap Membaca Gambar ( Bridging Reading Stage )
Anak sudah dapat mengenali dan menemukan kata pada tulisan/cetakan yang tampak, mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirimya, mengulang kembali cerita yang tertulis dan dapat mengenal tulisan kata dari puisi atau lagu serta sudah mengenal abjad.
Pada tahap ini orang tua atau  guru membacakan sesuatu pada anak, mengenalkan kosa kata baik dari lagu maupun puisi.
4.      Tahap Pengenalan Bacaan ( Take-of reader Stage )
Pada tahap ke empat anak sudah mulai menggunakan tiga sistem isyarat secara bersamaan, yaitu graphonik, sematik, dan syntaksis. Anak mulai tertarik pada bacaan, mulai mengingat cetakan tulisan pada konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti pada kotak susu, botol minuman rinagn, bungkus makanan, dan lain-lain.
Orang tua dan guru tetap harus memberikan stimulus/ransangan sehingga dapat menjadi motivasi bagi anak untuk selalu membaca di berbagai situasi, namun satu hal yang harus diperhatikan, orang tua dan guru tidak boleh memaksa anak untuk membaca huruf dengan sempurna.
5.      Tahap Membaca Lancar ( Independent Reader Stage )
Pada tahap akhir ini anak sudah dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman, dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan, dan bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman akan mudah dibaca oleh anak.
Pada tahap ini orang tua dan guru masih tetap membacakan berbagai jenis buku pada anak, hal ini dapat mendorong anak agar dapat memperbaiki bacaannya. Selain itu orang tua dan guru dapat membantu menyeleksi bacaan yang sesuai.
            Huruf dan kata merupakan sesuatu yang abstrak bagi anak-anak, sehingga untuk mengenalkannya guru harus membuatnya menjadi nyata dengan cara mengasosiasikan pada hal-hal yang mudah diingat oleh anak. Pertama kali mengenalkan huruf biasanya guru memusatkan hanya pada huruf awal suatu kata yang sudah dikenal anak.  Agar tidak timbul kesan “ pemaksaan membaca “pada anak maka harus dilakukan melalui kegiatan yang menyenangkan.
            Banyak cara untuk lebih meningkatkan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan sikap amak. Salah satunya adalah melalui bacaan. Untuk itu di setiap RA perlu disediakan perpustakaan yang menyediakan buku-buku cerita bergambar, majalah anak-anak yang menarik sehingga dapat mendorong anak-anak RA untuk bereksplorasi secara maksimal. Dengan adanya perpustakaan di RA kita akan merasakan manfaatnya sebagai berikut:
1.      Untuk anak yang belum bisa membaca, bisa mendorong agar anak mempunyai kemampuan dan berkeinginan untuk belajar membaca.
2.      Anak yang telah memiliki kemampuan dasar tentang membaca akan sangat berguna untuk dapat membaca secara sempurna
3.      Secara umum sebagian kebutuhan anak RA akan terlayani sesuai dengan tingkat perkembangannya.
4.      Adanya perpustakaan di RA akan memungkinkan guru RA dapat meningkatkan kemampiannya dalam kegiatan belajar mengajar.

Perpustakaan di RA bukan hanya sebagai pintu masuk anak pada ilmu pengetahuan dan teknologi, namun yang lebih penting adalah filosofi dibalik pengadaan perpustakaan itu sendiri. Kini sumber belajar anak bukan hanya guru, tetapi buku juga menjadi sumber belajar bagi mereka. Tidak dapat dipungkiri perpustakaan sangat berperan dalam menumbuh kembangkan literasi anak usia dini, khususnya anak RA.
Demikianlah bapak dan ibu guru, pertanyaan kita sebelumnya terjawab sudah. Dengan menggalakkan perpustakaan di lembaga RA, maka guru RA siap untuk berpartisipasi melaksanakan program Gerakan Literasi Sekolah.

0 komentar:

Posting Komentar