Selasa, 15 Agustus 2017

LITERASI di RA



Literasi di RA? Mengapa Tidak!

            Dalam upaya menunbuhkan budi pekerti siswa, pemerintah melalui Kemdikbud ( Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan )  mencanangkan sebuah gerakan yang disebut Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan Literasi Sekolah ini dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Tujuan gerakan ini  untuk membiasakan dan memotivasi siswa  agar mau membaca dan menulis guna menumbuhkan budi pekerti,  serta agar  siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Dalam jangka panjang Gerakan Literasi Sekolah ini diharapkan anak-anak yang memiliki kemampuan literasi tinggi. Kegiatan literasi ini tidak hanya sekedar membaca saja, namun juga dilengkapi dengan kegiatan menulis yang harus dilandasi dengan keterampilan atau kiat untuk mengubah, meringkas, memodifikasi, menceriterakan kembali, dan sebagainya.
            Diharapkan seluruh komponen sekolah mulai dari guru, orang tua, dan peserta didik dapat mengoptimalkan peran perpustakaan sedan membudayakan gemar membaca dan menulis baik dalam kegiatan pembelajaran maupun di luar pembelajaran. “Tindak lanjutnya sekolah diwajibkan menyediakan waktu secara khusus minimal selama 15 menit bagi siswa untuk membaca buku di luar buku pelajaran.  
            Pertanyaannya sekarang, bisakah kita guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya guru Roudlotul Athfal ( RA ) menggiatkan literasi di RA yang notabene adalah Anak-anak Usia Dini dengan segala keunikannya?
Sebelum menggiatkan literasi di sekolah ada baiknya jika guru RA mengetahui tahapan perkembangan kemampuan membaca pada anak, agar guru bisa memberikan bacaan yang tepat bagi anak-anak RA
Membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa, juga merupakan komponen komunikasi tulisan. Dalam komunikasi tulisan, lambang-lambang bunyi diubah menjadi lambang-lambang tulisan, kemudian diubah menjadi lambang makna, dan prose perubahan inilah yang dibina dan dikuasai pada taraf awal keterampilan membaca.
Mengajarkan membaca di RA dapat dilaksanakan selama dalam batasan-batasan aturan pengembangan pra-akademik serta berdasarkan pada prinsip dasar hakiki dari pendidikan RA sebagai sebuah taman bermain, bersosialisasi, dan pengembangan pra-akademik yang substansial, seperti kecerdasan emosi, motorik, disiplin/tanggung jawab, konsep diri, dan akhlak.
Secara khusus perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
1.      Tahap Fantasi ( Magical Stage )
Pada tahap ini anak belajar menggunakan buku, mulai berpikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak balikan buku dan kadang-kadang membawa buku kesukaannya.
Pada tahap ini orang tua atau guru dapat memberikan atau menunjukkan model/contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, membicarakan buku pada anak.
2.      Tahap Pembentukan Konsep Diri ( Self Concept Stage )
Pada tahap ini anak beranggapan bahwa dirinya sebagai pembaca, berpura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, dan dapat menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisannya.
Hendaknya orang tua atau guru memberikan stimulus atau ransangan dengan jalan membacakan apa saja pada anak, seperti buku cerita, tulisan pada kotak susu, bungkus makanan, pasta gigi, dan lain-lain. Selain itu guru memberikan akses kepada anak-anak mengenai buku-buku yang mereka ketahui.
3.      Tahap Membaca Gambar ( Bridging Reading Stage )
Anak sudah dapat mengenali dan menemukan kata pada tulisan/cetakan yang tampak, mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirimya, mengulang kembali cerita yang tertulis dan dapat mengenal tulisan kata dari puisi atau lagu serta sudah mengenal abjad.
Pada tahap ini orang tua atau  guru membacakan sesuatu pada anak, mengenalkan kosa kata baik dari lagu maupun puisi.
4.      Tahap Pengenalan Bacaan ( Take-of reader Stage )
Pada tahap ke empat anak sudah mulai menggunakan tiga sistem isyarat secara bersamaan, yaitu graphonik, sematik, dan syntaksis. Anak mulai tertarik pada bacaan, mulai mengingat cetakan tulisan pada konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti pada kotak susu, botol minuman rinagn, bungkus makanan, dan lain-lain.
Orang tua dan guru tetap harus memberikan stimulus/ransangan sehingga dapat menjadi motivasi bagi anak untuk selalu membaca di berbagai situasi, namun satu hal yang harus diperhatikan, orang tua dan guru tidak boleh memaksa anak untuk membaca huruf dengan sempurna.
5.      Tahap Membaca Lancar ( Independent Reader Stage )
Pada tahap akhir ini anak sudah dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman, dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan, dan bahan yang berhubungan secara langsung dengan pengalaman akan mudah dibaca oleh anak.
Pada tahap ini orang tua dan guru masih tetap membacakan berbagai jenis buku pada anak, hal ini dapat mendorong anak agar dapat memperbaiki bacaannya. Selain itu orang tua dan guru dapat membantu menyeleksi bacaan yang sesuai.
            Huruf dan kata merupakan sesuatu yang abstrak bagi anak-anak, sehingga untuk mengenalkannya guru harus membuatnya menjadi nyata dengan cara mengasosiasikan pada hal-hal yang mudah diingat oleh anak. Pertama kali mengenalkan huruf biasanya guru memusatkan hanya pada huruf awal suatu kata yang sudah dikenal anak.  Agar tidak timbul kesan “ pemaksaan membaca “pada anak maka harus dilakukan melalui kegiatan yang menyenangkan.
            Banyak cara untuk lebih meningkatkan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan sikap amak. Salah satunya adalah melalui bacaan. Untuk itu di setiap RA perlu disediakan perpustakaan yang menyediakan buku-buku cerita bergambar, majalah anak-anak yang menarik sehingga dapat mendorong anak-anak RA untuk bereksplorasi secara maksimal. Dengan adanya perpustakaan di RA kita akan merasakan manfaatnya sebagai berikut:
1.      Untuk anak yang belum bisa membaca, bisa mendorong agar anak mempunyai kemampuan dan berkeinginan untuk belajar membaca.
2.      Anak yang telah memiliki kemampuan dasar tentang membaca akan sangat berguna untuk dapat membaca secara sempurna
3.      Secara umum sebagian kebutuhan anak RA akan terlayani sesuai dengan tingkat perkembangannya.
4.      Adanya perpustakaan di RA akan memungkinkan guru RA dapat meningkatkan kemampiannya dalam kegiatan belajar mengajar.

Perpustakaan di RA bukan hanya sebagai pintu masuk anak pada ilmu pengetahuan dan teknologi, namun yang lebih penting adalah filosofi dibalik pengadaan perpustakaan itu sendiri. Kini sumber belajar anak bukan hanya guru, tetapi buku juga menjadi sumber belajar bagi mereka. Tidak dapat dipungkiri perpustakaan sangat berperan dalam menumbuh kembangkan literasi anak usia dini, khususnya anak RA.
Demikianlah bapak dan ibu guru, pertanyaan kita sebelumnya terjawab sudah. Dengan menggalakkan perpustakaan di lembaga RA, maka guru RA siap untuk berpartisipasi melaksanakan program Gerakan Literasi Sekolah.

Guru Lokal Berwawasan Global



Guru Lokal, Akankah Tergilas Kemajuan Zaman?

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Guru diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis) maupun sikap mental.
 Guru. Siapa sih yang tidak mengenal guru? Tapi apakah kita tahu? Siapa yang dimaksud dengan guru? Undang-undang Republik Indonesia  No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Seseorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya tidak dapat diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru karena si pemangku menerima tugas itu dari insatasi yang berwenang melalui surat   pengangkatan. Selain sebagai actor utama kesuksesan pendidikan yang dicanangkan, ada beberapa fungsi dan tugas seorang guru, antara lain:
1.      Edukator (pendidik)
Tugas seorang guru adalah mendidik siswa sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan. Syarat utama sebagai seorang edukator adalah guru harus mempunyai ilmu.  Jadi guru berperan menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan dan dikembangkan. Di sini guru juga menjadi tokoh panutan bagi peserta didik dan lingkungannya. Sehingga guru sebagai pendidik harus mengetahui dan memahami nilai dan norma.
2.      Leader (pemimpin)
Guru juga berperan sebagai pemimpin kelas. Oleh karena itu, ia harus bisa menguasai, mengendalikan, dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Selain itu guru juga harus bersikap terbuka, demokratis, dan menghindari cara-cara kekerasan.
3.      Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru memfasilitasi murid untuk menentukan dan mengembangkan murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya. Untuk melaksanakannya guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
4.      Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang kehidupannya.  Siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar dalam dirinya. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif dalam membangkitkan motivasi belajar siswa.
5.      Evaluator
Dalam dunia pendidikan setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu akan diadakan evaluasi, artinya seseorang guru mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai.  Penilaian dilakukan agar guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta keefektifan metode mengajar.
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahannya. Maka dari itu harus ada pembenahan . Dalam mengevaluasi guru bisa menggunakan cara dengan merenungkan proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara objektif, meminta pendapat orang lain, misal: kepala sekolah, guru-guru yang lain atau bahkan murid-muridnya.
Keberadaan guru yang kompeten dan profesional merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong terciptanya guru yang kompeten dan berkualitas. Salah satu indikator guru profesional dan kompeten adalah guru yang mampu beradaptasi dengan perkembangan keilmuan yang hari demi hari semakin canggih. Selain itu, guru yang profesional dan kompeten juga harus mampu menerapkan model dan metode pembelajaran berdasarkan tuntutan waktu dan kebutuhan peserta didik. Penerapan pola ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar, enjoy dalam mengajar, yang pada akhirnya akan menghasilkan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang berkualitas termasuk peserta didik yang berprestasi. Seiring dengan pesatnya perkembangan sain dan teknologi, khususnya dalam bidang informasi.
Guru adalah satu-satunya profesi yang menentukan dalam mengubah nasib bangsa. Hal ini karena guru bertugas mendidik dan mengajar anak-anak bangsa, mengubah perilaku membentuk karakter, sebuah tugas yang sangat fundamental. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 28  juga menjelaskan bahwa pendidik sebagai agen pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemampuan profesionalitas guru tersebut mencakup empat (4) kompetensi, yaitu: kompeensi Pedagogik, Kepribadian, Profesional, dan Sosial. Kebijakan bagi pendidik tersebut mengandung makna bahwa guru diharapkan dapat bekerja secara profesional yang ditunjukkan dalam pengelolaan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran tersebut dilihat dari tingkat eketivitas interaksi antara guru dengan peserta didik. Dan salah satu cirri pembelajaran yang ekfektif adalah guru diharapkan dapat menciptakan suasana belajar menyenangkan, membangkitkan motivasi peserta didik, dan mengantarkan peserta didik mencapai hasil belajar berupa kematangan intelektual dan kepribadian. Bagaimanakah guru lokal bisa mewujudkannya?
Ada begitu banyak cara agar guru lokal bisa berwawasan global, di antaranya adalah melalui:
1. Program Sertifikasi
Sertifikasi guru diperoleh melalui pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi bagi  guru dengan kualifikasi pendidikanminimal Sarjana/Diploma IV. Dengan kualifikasi ini diharapkan guru  memiliki kompetensi yang memadai sebagaimana yang sudah saya singgung pada paragraf sebelumnya. Untuk memperoleh sertifikat pendidik memerlukan kerja keras guru, karena sertifikat ini hanya diberikan pada guru yang memiliki kompetensi dan profesionalisme di bidangnya. Guru harus mempersiapkannya sedini mungkin baik dalam segi mental, keilmuan, maupun segi finansial.
2. Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Guru
Untuk kepentingan sertifikasi dan meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru, karena setelah sertifikasi guru harus tetap meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya agar mutu pendidikan tetap terjamin.
Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru ini dapat ditempuh / dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:
1) Menempuh Studi lanjut program Strata 2/ Magister,
2) Mengikuti Kursus dan Pelatihan,
3) Mengikuti Seminar,
4) Memahami standart tuntutan profesi yang ada,
            Tuntutan perkembangan profesi secara global dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang lebih baik menuntut guru untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya.
5) Membangun kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi,
            Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses, sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan lebih baik lagi. Melalui jaringan kerja inilah guru dapat memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya. Jaringan kerja yang luas dengan menggunakan tehnologi komunikasi dan informasi melalui korespondensi ataupun internet secara intensif akan dapat diperoleh kiat-kiat menjalankan profesi dari rekan guru sejawat di Indonesia bahkan di dunia.
6) Mengembangkan etos kerja dan budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi,
7) Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreatifitas dalam pemanfaatan tehnologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pembelajaran.
            Jika beberapa hal di atas dilakukan  oleh seorang guru maka seorang guru tidak akan ketinggalan ataupun tergilas akan kemajuan zaman....

Senin, 14 Agustus 2017

HIASAN GANTUNG DARI BOTOL BEKAS


HIASAN GANTUNG BOTOL BEKAS




Sasaran: Kelompok Usia 4-5 Tahun
KEMAMPUAN YG DIKEMBANGKAN :
1.  Anak mengenal Rukun Islam  
2.  Anak mengenal symbol / lambang huruf
3. Anak mengenal lambang bilangan
4.  Anak mengenal bentuk-bentuk geometri 
 
BAHAN :
1.  Botol Bekas
2. Cat tembok beraneka warna 
3.  Cat timbul beraneka warna
4.  Benang wol
5.  Spon topi
6.  Kertas bufallo
7.  Sedotan 
 
ALAT :
1.  Gunting
2.  Kuas
3.  Spidol permanen
4.  Jarum jahit Sepatu ( untuk melubangi botol )
 
Cara Membuat Hiasan Gantung Botol Bekas
1.  Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2.  Cuci botol  bekas sampai bersih 
3.  Buang plast
4.  Buang plastik merk yg menenpel pada botol
5.  Lapisi botol dengan cat dasar sampai rata 
6.  Hiasi  botol dengan menggunakan cat timbul 
7.  Buatlah lukisan / gambar sesuai keinginan
8.  Setelah cat kering , botol siap dirangkai agar bisa menjadi pajangan/ hiasan gantung                            dalam kelas

Desain Gambar:















Selasa, 08 Agustus 2017

Latihan


 Masih copy paste untuk  latihan buat blog!
 

CARA MUDAH DAN MENYENANGKAN MENGENALKAN LAMBANG BILANGAN UNTUK ANAK USIA DINI

Dapat ditelaah dengan lebih memahami pengertian berhitung. Dari sejumlah referensi dijelaskan dapat kita maknai bahwa berhitung merupakan bagian dari matematika terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar. 


Bagi anak usia dini, kemampuan tersebut disebut dengan kemampuan berhitung permulaan, yakni kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan (Susanto, 2011). 

Baca juga : Pengertian & Karakteristik Anak Usia Dini

Kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut pula kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai sepuluh. Sedangkan usia 5 sampai 6 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai seratus (Sriningsih, 2008) 

Disimpulkan bahwa berhitung adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang dan mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan ketrampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yang juga sebagai dasar pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan mengikuti pendidikan dasar bagi anak. 

Tujuan Pembelajaran Berhitung 

Secara umum berhitung permulaan bagi anak usia dini bertujuan untuk mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. Sedangkan secara khusus, dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda-benda konkrit gambar-gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar, anak dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan kemampuan berhitung, ketelitian, konsentrasi, abstraksi dan daya apresiasi yang lebih tinggi, memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan sesuai peristiwa yang terjadi di sekitarnya, dan memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan (Depdiknas, 2000) 

Menurut Piaget, tujuan pembelajaran berhitung anak usia dini sebagai logico-mathematical learning atau belajar berpikir logis dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Sehingga bukan agar anak dapat menghitung sampai seratus atau seribu, tetapi memahami bahasa matematis dan penggunaannya untuk berpikir (Suyanto, 2005) 

Jadi, tujuan pembelajaran berhitung anak usia dini, yaitu untuk melatih anak berpikir logis dan sistematis sejak dini dan mengenalkan dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks. 

Prinsip-prinsip Berhitung 

Menurut Depdiknas (2000: 8) mengemukakan prinsip- prinsip dalam menerapkan permainan berhitung di Taman kanak-kanak yaitu, permainan berhitung diberikan secara bertahap, diawali dengan menghitung benda-benda atau pengalaman peristiwa konkrit yang dialami melalui pengamatan terhadap alam sekitar dan melalui tingkat kesukarannya, misalnya dari konkrit ke abstra k, mudah ke sukar, dan dari sederhana ke yang lebih kompleks. Permainan berhitung akan berhasil jika anak diberi kesempatan berpartisipasi dan dirangsa ng untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, 

Permainan behitung membutuhkan suasana menyenangkan dan memberikan rasa aman serta kebebasan bagi anak. Untuk itu diperlukan alat peraga/media yang sesuai denganbenda sebenarnya (tiruan), menarik dan bervariasi, mudah digunakan dan tidak membahayakan. Selain itu bahasa yang digunakan didalam pengenalan konsep berhitung seyogyanya bahasa yang sederhana dan jika memungkinkan mengambil contoh yang terdapat di lingkungan sekitar. 
Lebih lanjut Yew (dalam Susanto, 2011:103) mengungkapkan beberapa prinsip dalam mengajarkan berhitung pada anak, diantaranya membuat pelajaran yangmenyenangkan, mengajak anak terlibat secara langsung, membangun keinginan dan kepercayaan diri dalam menyesuaikan berh itung, hargai kesalahan anak dan jangan menghukumnya, fokus pada apa yang anak capai. Pelajaran yang mengasyikan dengan melakukan aktivitas yang menghubungkan kegiatan berhitung dengan kehidupan sehari-hari. 

Dari prinsip-prinsip berhitung diatas, dapat disimpulkan prinsip-prinsip berhitung untuk anak usia dini yaitu pembelajaran s ecara langsung yang dilakukan oleh anak didik melalui bermain atau permainan yang diberikan secara bertahap, menyenangkan bagi anak didik dan tidak memaksakan kehendak gu ru dimana anak diberi kebebasan untuk berpartisipasi atau ter libat langsung menyelesaikan masalah-masalahnya. 

Tahap Penguasaan Berhitung 

Berhitung bagi anak usia dini seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang (Depdiknas (2000:7). Penguasaan Konsep adalah pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa konkrit, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung bila nagan. Masa Transisi adalah proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman konkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, dimana benda konkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak yang secara indi vidual berbeda. Misalnya, ketika gurumenjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu itu. 

Burns & Lorton menjelaskan lebih terperinci bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep konkrit dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan Lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang, dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk (Sudono, 2010) 

Manfaat Pengenalan Berhitung 

Manfaat utama pengenalan matematika, termasuk di dalamnya kegiatan berhitung ialah mengembangkan aspek perkembangan dan kecerdasan anak dengan menstimulasi otak untuk berpikir logis dan matematis (Suyanto, 2005). 

Permainan matematika menurut Siswanto (2008:44) mempunyai manfaat bagi anak-anak, dimana melalui berbagai pengamatan terhadap benda disekelilingnya dapat berfikir secara sistematis dan logis, dapat beradaptasi dan menyesuiakan dengan lingkungannya yang dalam keseharian memerlukan kepandaian berhitung. Memiliki apresiasi, konsentrasi serta ketelitian yang tinggi. Mengetahui konsep ruang dan waktu. 


Mampu memperkirakan urutan sesuatu. Terlatih, menciptakan sesuatu secara spontan sehingga memiliki kreativitas dan imajinasi yang tinggi. Anak-anak yang cerdas matemati-logika anak dengan memberi materi-materi konkrit yang dapat dijadikan bahan percobaan. Kecerdasaan matematika –logika juga dapat ditumbuhka n melalui interaksi positif yang mampu memuaskan rasa ingin tahu anak. Oleh karena itu, guru harus dapatmenjawab pertanyaan anak dan memberI penjelasan logis, selain itu guru perlu memberikan permainan-permainan yang memotivasi logika anak. 

Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berhitung Pada Anak 

Perkembangan dipengaruhi oleh faktor kematangan dan belajar. Apabila anak sudah menunjukan masa peka (kematangan) untuk berhitung, maka orang tua dan guru bagi anak usia dini harus tanggap untuk segera memberikan layanan dan bimbingan sehingga kebutuhan anak dapat terpenuhi dan tersalurkan dengan sebaik-baiknya menuju perkembangan kemampuan berhitung yang optimal. 

Selain itu, jika kegiatan berhitung diberikan melalui berbagai macam permainan tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan wahana belajar dan bekerja bagi anak. Di yakini bahwa anak akan lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemampuannya (Murdjito, 2007) 

Demikian pengertian kemampuan berhitung pada anak usia dini dan sejumlah poin yang berkaitan dengan upaya memahami kemampuan berhitung mereka sebagai pegangan bagi para pendidik anak usia dini.